lndonesia adalah negara kepulauan dengan potensi alam yang luar biasa. Dengan 17.000 pulau dan 95.000km garis pantai, potensi kelautan, perikanan, dan pariwisata Indonesia sangatlah besar. Itulah alasan mengapa sebuah perusahaan tekstil berdomisili di Bandung Barat bernama PT. Gani Arta Dwitunggal terjun ke sektor akuakultur untuk memproduksi sarana kelautan, perikanan dan pariwisata modern berbahan HDPE (High Density Polyethylene) dengan merk Aquatec
PT. Gani Arta pertama kali didirikan pada tahun 1972 oleh Bapak Budiprawira Sunadim. Pada awalnya, PT. Gani Arta Dwitunggal adalah perusahaan yang memproduksi kain tekstil rajut berbahan polyester seperti brokat fashion, gorden, taplak meja, sajadah, dan vitrase yang diekspor ke berbagai negara seperti Inggris, Kanada, Swedia, Mauritius, India, Srilanka, dan Malaysia.
Pada tahun 1993, PT. Gani Arta berekspansi dengan membangun fasilitas kedua, sehingga namanya berubah menjadi PT. Gani Arta Dwitunggal. Memiliki luas area sebesar 12 hektar dan 400 orang karyawan, fasilitas produksi tekstilnya semakin lengkap dengan adanya fasilitas jet dyeing, stenter, dan finishing pertama di Bandung Barat.
Pada tahun 2006, Bapak Budiprawira berinovasi dengan
memodifikasi mesin rajut dari Jerman yang dimilikinya untuk memproduksi jaring
pertanian berbahan HDPE dengan merk Agropro (netpertanian.com). Pada saat yang
bersamaan, Bapak Budiprawira juga bereksperimen dengan memproduksi jaring
perikanan budidaya tanpa simpul berbahan HDPE dengan merk Aquatec
Ternyata, kedua produk jaring tersebut laku keras. Dengan berbekalkan pengetahuan akan sifat thermoplastic dari HDPE, pengalamannya menjadi instruktur selam bersertifikat PADI, dan keyakinannya akan potensi alam laut Indonesia yang luar biasa, Bapak Budiprawira memberanikan diri menjalankan investasi besar-besaran untuk membeli 3 buah mesin pipa HDPE dan 3 buah mesin injection HDPE berkapasitas 2.100 ton untuk memproduksi keramba jaring apung (KJA) HDPE. Pada tahun 2008, PT. Gani Arta Dwitunggal menjadi perusahaan pertama dan satu-satunya di Indonesia yang memproduksi keramba jaring apung HDPE di dalam negeri.
Gayung pun bersambut. Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI mulai mendorong sektor budidaya dengan mempromosikan penggunaan keramba jaring apung HDPE untuk menggantikan keramba kayu tradisional yang tidak ramah lingkungan. Keramba jaring apung yang dipilih untuk dibeli oleh KKP tentunya keramba HDPE Aquatec produksi PT. Gani Arta Dwitunggal yang saat itu harganya hanya 40% dari keramba HDPE buatan Malaysia, yang kualitasnya pun jauh lebih baik dari buatan Malaysia.
Keramba jaring apung segi empat HDPE Aquatec
Keramba jaring segi delapan HDPE Aquatec
Penelitian ikan
tuna sirip kuning di keramba jaring apung bundar offshore HDPE Aquatec diameter 50 meter buatan dalam negeri.
Pada tahun 2010 hingga 2016, spesies yang menjadi
prioritas produksi adalah kerapu dengan nilai jual bisa mencapai Rp 400.000 per
kg hidup (kerapu tikus). Dalam periode 2010 hingga 2016, produksi kerapu
mengalami pertumbuhan pesat, dari yang semula tidak tercatat pada tahun 2010
hingga mencapai 70.000 ton pada tahun 2016 (bps.go.id). KKP juga turut
mengembangkan spesies kakap putih (barramundi) dan bandeng. Produksi ikan
bandeng mencapai 700.000 ton pada tahun 2016 (bps.go.id) dan, karena harganya
yang murah, menjadi sumber protein utama masyarakat pesisir Indonesia setelah
ikan nila, ikan lele, dan ayam. Pada tahun 2016, ada sejumlah 15.000 petak
keramba jaring apung HDPE merk Aquatec yang terpasang di Indonesia. Pada tahun 2016 PT. Gani Arta Dwitunggal mempekerjakan
total 850 karyawan, menjadikannya produsen keramba jaring apung HDPE terbesar
di Asia Tenggara.
Kunjungan Bapak presiden Joko Widodo ke keramba jaring apung PT. Gani
Arta Dwitunggal - Aquatec program Emas Biru di Pangandaran.
Teknologi keramba jaring apung HDPE buatan Aquatec juga turut menyukseskan riset perikanan budidaya Indonesia. Indonesia sukses memijahkan ikan tuna sirip kuning (yellow fin tuna) di BBRBLPP Gondol, Bali menggunakan keramba jaring apung HDPE buatan Aquatec. Sebanyak 4 unit keramba jaring apung HDPE klasifikasi offshore berdiameter 50m produksi PT. Gani Arta Dwitunggal dipakai untuk penelitian tuna sirip kuning di BBRBLPP Gondol sejak tahun 2012 hingga sekarang, dan berhasil mencegah kematian ikan tuna sirip kuning yang diakibatkan oleh kolam beton. Keramba jaring apung HDPE Aquatec juga dipakai secara intensif dan menjadi keramba pilihan utama BBPBL Lampung, BBL Batam, BBL Situbondo, BBL Lombok, dan BBL Ambon. Bekerjasama dengan FPIK UNPAD, Aquatec mengembangkan teknik budidaya kerapu di Pangandaran dan keramba jaring apung zero waste untuk diaplikasikan di perairan air tawar yang tercemar.
Panen perdana kerapu Aquatec – UNPAD di Pangandaran
Selain keramba jaring apung, Aquatec juga memproduksi dermaga apung HDPE, perahu anti tenggelam HDPE, sarana wisata HDPE, sarana budidaya rumput laut HDPE, dan produk-produk lainnya. Produk terbaru buatan Aquatec yang menjadi unggulan eksport adalah keramba offshore submersible, yaitu keramba jaring apung HDPE yang bisa ditenggelamkan ke dalam air dan diapungkan kembali untuk menghadapi badai taifun. Prouk ini telah diaplikasikan di daerah yangsering dilanda taifun di Hainan, China. Aquatec secara regular mengeksport produknya ke Singapura, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, China, Maldives, dan Ghana.
Dermaga apung perikanan/pariwisata Aquatec
Katamaran anti tenggelam untuk bencana alam produksi Aquatec, dipakai oleh BNPB.
Keramba jaring apung offshore submersible Aquatec di Hainan, China.
Ekspor keramba jaring apung HDPE sebanyak 160 petak ke Maldives bersama Kadis Kelautan Perikanan Bapak Jafar Ismail.
Trend Perikanan Budidaya
Mengingat akan panjang garis pantai Indonesia yang sangat panjang, kondisi cuaca yang terlindung dari taifun, dan kualitas air yang lebih baik dari negara-negara ASEAN, tentunya potensi ini masih bisa dikembangkan lebih lanjut untuk kesejahteraan bangsa. Sebagai contoh, Negara China memiliki panjang garis pantai berkisar 30.000km. Pada tahun 2016 China memproduksi ikan budidaya sebanyak +/-47,6 juta ton yang terdiri dari +/-30,6 juta ton spesies air tawar, +/-15,6 juta ton spesies air laut, dan +/-1,4 juta ton spesies air payau. Dengan total nilai ekonomi industri perikanan budidaya global 156 milyar USD pada tahun 2016, pada tahun yang sama total nilai ekonomi industri perikanan budidaya China diperkirakan mencapai 75 milyar USD.
Pada tahun 2016 Indonesia memproduksi ikan budidaya sebanyak +/-5 juta ton yang terdiri dari +/-3,6 juta ton spesies air tawar, +/-1,3 juta ton spesies air laut, dan +/-0,1 juta ton spesies air payau. Angka ini sangatlah kecil apabila dibandingkan dengan China, terutama jika membandingkan produksi ikan budidaya air laut Indonesia yang hanya +/-1,3 juta ton atau hanya 8% dari China yang +/- 15,6 juta ton, padahal Indonesia memiliki lebih dari 300% panjang garis pantai dengan kualitas air yang jauh lebih baik.
Apabila dibandingkan dengan negara Vietnam, Vietnam memiliki panjang garis pantai hanya berkisar 3.600km. Pada tahun 2016 Vietnam memproduksi ikan budidaya sebanyak +/-3,8 juta ton yang terdiri dari +/-2,5 juta ton spesies air tawar, +/-1.0 juta ton spesies air laut, dan +/-0,3 juta ton spesies air payau. Dengan hanya bermodalkan panjang garis pantai 4% dari panjang garis pantai Indonesia, Vietnam mampu mencapai tingkat produksi ikan budidaya air laut +/-0,8 juta ton atau setara dengan 60% produksi ikan budidaya air laut Indonesia yang +/-1,3 juta ton. Pada tahun 2018, Vietnam memproduksi ikan budidaya sebanyak +/-4 juta ton dengan total nilai ekspor mencapai 8 milyar USD.