loader
ID EN

Aquatec, Pionir Budidaya Lobster di Indonesia

LATAR BELAKANG

Lobster merupakan komoditas air dengan nilai komersial yang tinggi. Lobster mutiara berukuran 300gram bisa dijual di pasaran dengan harga Rp. 600.000/kg, sedangkan lobster mutiara berukuran 1kg ke atas bisa dijual dengan harga Rp. 1.200.000/kg. Harga ini akan jauh lebih mahal lagi apabila disajikan di restoran.

Setiap tahunnya, ada lebih dari 100 juta benih lobster diekspor baik secara legal maupun ilegal dari Indonesia ke luar negeri, sebagian besar masuk ke negara Vietnam untuk dibudidaya. Alangkah baiknya jika 1% nya saja yaitu 1 juta ekor benih lobster tersebut dibudidayakan di Indonesia. Dengan 1 juta ekor benih lobster, apabila Survival Ratenya (SR) mencapai 60% untuk dijual dengan berat 1 kg/lobster, maka potensi penjualannya adalah 600.000kg x Rp. 1.200.000/kg yaitu Rp. 720.000.000.000 (tujuh ratus dua puluh milyar rupiah) per tahun. Apabila Indonesia bisa memanfaatkan 5 juta ekor benih lobster saja, maka potensi penjualannya adalah Rp 3.600.000.000.000 (tiga triliun enam ratus milyar rupiah) per tahun, angka yang sangat signifikan dalam industri perikanan. Lima juta ekor itu baru 5% dari ekspor benih lobster yang terjadi saat ini. Bisa dibayangkan berapa besar potensi budidaya lobster apabila di masa depan Indonesia sudah bisa memanfaatkan 100% dari 100 juta ekor benih lobster yang setiap tahunnya diekspor tersebut.

Selain memiliki nilai yang tinggi bagi pembudidaya, budidaya lobster akan memberikan multiplier effect yang besar bagi pengepul benih lobster, distributor, exportir, dan restoran. Indonesia bisa mendapatkan devisa yang luar biasa dari kegiatan budidaya lobster tersebut dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Apabila budidaya lobster bisa dilakukan di Vietnam, mengapa tidak dilakukan di Indonesia? Apalagi, Indonesia yang merupakan sumber benih lobster terbesar di dunia ini memiliki kondisi perairan laut yang sempurna untuk budidaya lobster di habitat alaminya. Berikut adalah kondisi laut yang ideal untuk budidaya lobster.

Tidak hanya meningkatkan devisa negara, budidaya lobster akan meningkatkan kelestarian lobster di alam Indonesia. Mengapa bisa begitu? Apabila lobster bertelur, telur lobster hanya memiliki Survival Rate (SR) dari telur hingga mencapai dewasa sebesar 0,001-0,004%, jumlah yang sangat kecil. Apabila lobster dibesarkan di laboratorium atau hatchery, survival rate dari telur hingga mencapai ukuran Puerulus bisa mencapai 1%. Apabila survival rate di laboratorium atau hatchery ini digabungkan dengan survival rate budidaya 60%, maka survival rate totalnya mencapai 0,6%, yaitu peningkatan sebesar 150 kali lipat dari alam. Apabila sebagian kecil saja dari lobster dewasa yang dibudidaya dikembalikan ke alam, hal ini akan meningkatkan jumlah lobster yang ada di alam.

Budidaya lobster bukanlah merupakan hal yang sulit, namun memerlukan pemeliharaan yang teliti. Untuk mempelajari cara budidaya lobster, delegasi dari Aquatec bersama dengan Bapak Effendy Wong dan Prof. Dr. Ketut Sugama, M.Sc telah beberapa kali berkunjung ke Vietnam dan berkonsultasi dengan pakar-pakar budidaya untuk mempelajari teknik budidaya lobster secara mendetail. Beberapa poin umum hasil dari kunjungan tersebut adalah: 1) Lobster sangat sensitif terhadap perubahan salinitas perairan, 2) Lobster senang bersembunyi di tempat yang gelap (dalam terumbu karang) dan perairan yang tenang, 3) Lobster akan menyerang sesamanya apabila tidak diberi pakan yang cukup dan segar.

Menanggapi poin 1 dan poin 2 akan pentingnya kestabilan salinitas air dan sifat lobster yang senang bersembunyi di terumbu karang, pembudidaya di Vietnam mengakalinya dengan memelihara Lobster di kerangkeng yang dibenamkan ke dalam air. Fungsi dari kerangkeng terbenam tersebut adalah agar kondisi perairan tidak terpengaruh perubahan salinitas akibat hujan. Kerapkali di Indonesia, lobster dipelihara di keramba tradisional dengan jaring berada di permukaan air. Begitu hujan datang, sebagian besar bahkan 70% dari lobster yang dipelihara bisa mengalami kematian karena salinitas air berkurang.

Tidak demikian dengan lobster yang dibudidayakan di Vietnam. Dikarenakan lobster dipelihara di bawah air dengan kedalaman tertentu, apabila hujan datang, hampir tidak ada lobster yang mati akibat perubahan salinitas, dikarenakan perubahan salinitas hanya terjadi di permukaan air. Lobster ukuran Puerulus sampai 25 gram dibenamkan di kerangkeng bawah air dengan kedalaman 2-5 meter, sedangkan lobster dewasa dibenamkan di kerangkeng bawah air dengan kedalaman 7 meter. Selain menjaga salinitas, kerangkeng terbenam juga berfungsi agar lobster tidak terganggu dengan kegiatan pembudidaya di atas keramba.

e

Budidaya lobster di Vietnam (ukuran puerulus 25 gram)


Budidaya lobster di Vietnam (ukuran 25 gram hingga 1 kg)

Menanggapi poin 3, lobster perlu diberi makanan segar dengan jumlah yang tepat dan waktu yang tepat. Makanan yang cocok bagi lobster adalah ikan yang dicacah, udang kecil, dan kerang yang dihancurkan. Pemberian pakan dilakukan pada jam 9 pagi dan jam 4 sore, dan pembersihan sisa pakan dilakukan setiap pagi dengan cara diserok. Food Conversion Ratio (FCR) dari lobster mulai dari Puerulus hingga 1kg adalah 15-24.

Dari hasil kunjungan ke Vietnam tersebut, kini Aquatec telah menciptakan sarana budidaya lobster versi modern sebagai hasil penyempurnaan metode budidaya lobster di Vietnam. Pemeliharaan lobster dilakukan di keramba kerangkeng terbenam dan dibagi ke dalam 3 tahap, yaitu dari ukuran Puerulus (1,5-2cm) hingga 3-8 gram dalam kerangkeng terbenam ukuran S, dari ukuran 3-8 gram sampai ukuran 15-30 gram dalam kerangkeng terbenam ukuran M, dan dari ukuran 15-30 gram sampai 1 kg dalam kerangkeng terbenam ukuran L. Pembagian 3 tahap ini berfungsi untuk memaksimalkan Survival Rate (SR) dan meminimalkan Mortality Rate. Survival rate di kerangkeng terbenam S adalah +80-90%, di kerangkeng terbenam M adalah +80-90%, dan di kerangkeng terbenam L adalah +80-90%, sehingga total survival rate dari Puerulus hingga dewasa 1 kg rata-rata adalah 85% x 85% x 85% = 60%, tingkat SR yang sangat baik. Survival rate ini dapat lebih ditingkatkan lagi hingga +75% seiring dengan meningkatnya kemampuan dan pengalaman pembudidaya dalam memelihara lobster.


Siklus Hidup Lobster. Lobster Budidaya memiliki Survival Rate yang jauh lebih tinggi daripada Lobster Alam.

CARA BUDIDAYA LOBSTER

Sebanyak 180-240 ekor Puerulus dimasukkan ke dalam tiap kerangkeng terbenam S dan dipelihara selama 35-45 hari hingga mencapai ukuran 3-8 gram. Kerangkeng terbuat dari tiang HDPE rangka Stainless Steel dilapisi net HDPE sehingga tidak mudah ditumbuhi lumut. Setelah mencapai ukuran 3-8 gram, sebanyak 120-180 ekor baby lobster dimasukkan ke dalam tiap kerangkeng terbenam M dan dipelihara selama 35-45 hari hingga mencapai ukuran 15-30 gram. Setelah mencapai ukuran 15-30 gram, sebanyak 70-80 ekor baby lobster dimasukkan ke dalam tiap kerangkeng terbenam L dan dipelihara selama 10-12 bulan hingga mencapai ukuran 1 kilogram. Apabila target panen hanya 250gram/ekor lobster, maka tiap kerangkeng terbenam L bisa diisi hingga 300 ekor lobster mutiara.

Untuk meminimalisir resiko, ada baiknya apabila pemeliharaan lobster didiversifikasi dengan lobster pasir. Lobster pasir bisa dipanen dalam 4-5 bulan untuk mencapai ukuran 300 gram, dengan tiap kerangkeng terbenam L diisi 250 ekor lobster.

KEUNGGULAN SISTEM KERANGKENG TERBENAM

  • Lobster tidak terpengaruh perubahan salinitas air laut yang diakibatkan oleh hujan sehingga meningkatkan SR (Survival Rate).
  • Lobster tidak terganggu oleh aktifitas pembudidaya di atas keramba.
  • Lobster mendapatkan suhu yang sesuai dengan habitatnya
  • Lobster merasa aman berada di dalam kerangkeng yang gelap sehingga makan dengan lahap. 
  • Lobster terhindar dari pencemaran dan algae blooming di permukaan perairan laut

Konfigurasi Sarana Budidaya Lobster Sistem Keramba Kerangkeng Terbenam

Dengan FCR lobster berkisar 6-24 (FCR 6 untuk lobster mutiara hingga berukuran 300 gram, FCR 15-24 untuk lobster mutiara hingga berukuran 1kg), diperkirakan biaya pakan lobster berkisar 20-25% dari harga jual lobster. Dengan demikian, penjualan lobster masih menyisakan margin sebesar 75-80% untuk menyerap sedikit biaya operasional, dan pembudidaya masih berpotensi untuk menikmati 40-50% penjualan sebagai keuntungan. Hal ini membuktikan bahwa budidaya lobster memiliki potensi keuntungan yang luar biasa. Mengapa bangsa Indonesia tidak melakukannya?

Keberhasilan Budidaya Lobster di Sarana Budidaya Lobster Sistem Keramba Kerangkeng Terbenam Aquatec

Uji Coba Sarana Budidaya Lobster Sistem Keramba Kerangkeng Terbenam Aquatec, Kerangkeng Terbenam L untuk Pembesaran Lobster

Selain daripada tingkat keberhasilan budidaya, Aquatec juga memikirkan kemudahan dalam berbudidaya lobster. Aquatec menyediakan katamaran kerja yang berfungsi untuk memanen lobster, sekaligus membawa alat bantu untuk mengangkat kerangkeng terbenam L, kompresor diving untuk membantu diver memeriksa kerangkeng terbenam, dan alat lainnya. Tunggu apalagi? Mari berbudidaya lobster!