Menanggulangi Penyakit Infeksi Pada Ikan Laut
Pemeliharaan ikan dalam jumlah besar dengan kepadatan tinggi merupakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan dan penyebaran penyakit. Adapun beberapa macam penyakit yang dapat menyerang budidaya ikan laut diantaranya adalah parasit, jamur, bakteri dan virus.
Dari jenis penyakit tersebut, yang paling sering menginfeksi adalah parasit dan bakteri. Meskipun demikian serangan virus pada ikan laut juga sangat menakutkan bagi para pembudidaya karena dapat menyebabkan persentase kematian yang besar.
Tanda-tanda awal ikan terserang penyakit bisa dengan mengamati tingkah lakunya: biasanya nafsu makan menurun, produksi lendir berlebih, warna tubuh berubah, ikan menyendiri atau terpisah dari kelompoknya, menggosokkan tubuhnya pada jaring atau pada dinding bak, berenang tidak normal sepeti mengambang di permukaan, gerak renang tidak terkontrol, atau diam di dasar.
Lebih lanjut akan terlihat gejala klinis seperti kemerahan di pangkal sirip, bagian bawah operculum, dan bagian tubuh lainnya serta adanya luka. Jenis penyakit parasitik yang paling sering dijumpai adalah dari kelompok trematoda insang yaitu (Diplectanum spp., Haliotrema spp. dan Pseudorhabdosynochus spp.); trematoda kulit (Benedenia sp. dan Neobenedenia sp.) dan Protozoa (Cryptocaryon irritans, Amyloodinium ocellatum. dan Trichodina spp.).
Untuk penyakit bakterial, jenis yang paling umum menginfeksi adalah kelompok bakteri Gram negatif dari jenis Vibrio so. Seperti yang dipaparkan oleh Koordinator Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Ir. Julinasari Dewi, di BBPBL Lampung. Vibriovulnificus, V. alginolyticus dan V. fluvialis merupakan kelompok bakteri Vibrio yang paling sering menginfeksi ikan budidaya, sedangkan untuk penyakit virus,VNN (Viral Nervous Necrotic) dan Iridovirus yang mendominasi.
Foto : Koordinator Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Ir. Julinasari DewiSumber : tajukperikanan.com
Serangan penyakit infeksi menyerang pada semua stadia, mulai larva hingga induk, kecuali penyakit parasitik yang menginfeksi pada stadia pendederan hingga stadia induk. Serangan parasit trematoda insang dan kulit terutama menginfeksi ikan-ikan yang dipelihara di laut terbuka, sedangkan serangan penyakit bakterial maupun viral dapat terjadi pada semua media.
Penyebab Penyakit
Salah satu pemicu terjadinya serangan penyakit infeksi adalah menurunnya beberapa parameter kualitas perairan, misalnya akibat tingginya kandungan bahan organik akibat buangan limbah dari daratan. Infeksi bakteri umumnya merupakan infeksi sekunder setelah ikan terserang parasit.
Pemicu lain yang menyebabkan serangan infeksi adalah terlukanya ikan ketika dipelihara di dalam keramba jaring apung (KJA) menggunakan net bersimpul. Net bersimpul yang kasar dapat menyebabkan terlukanya sisik ikan yang memudahkan terjadinya infeksi oleh bakteri. Oleh karenanya, sangat disarankan menggunakan net klasifikasi tanpa simpul (knotless) seperti yang diproduksi di dalam negeri oleh PT. Gani Arta Dwitunggal dengan merk Aquatec. Penggunaan net klasifikasi tanpa simpul (knotless) dapat menghindari terlukanya ikan ketika bergesekan dengan net, yang berujung pada berkurangnya infeksi bakteri dan peningkatan SR (Survival Rate) ikan yang dipelihara.
Foto : Net Klasifikasi Tanpa Simpul (knotless) produksi PT. Gani Arta DwitunggalBeberapa jenis parasit juga menyebabkan luka pada bagian tubuh yang terserang. Luka tersebut akan mudah diinfeksi oleh bakteri yang memang berada di media perneliharaan.
Infeksi yang disebabkan virus dapat ditularkan secara vertikal dari induk yang telah terinfeksi ataupun secara horizontal dari ikan lain yang terinfeksi.
Salah satu penyebab terbesar dari infeksi adalah pemakaian KJA berbahan kayu. KJA tradisional berbahan kayu memiliki rongga di mana bakteri dan virus dapat tinggal, sehingga menjadi resiko yang senantiasa membayangi kegiatan budidaya ikan dalam KJA. Net yang kotor juga dapat menyebabkan tertinggalnya bakteri dan virus, yang dapat menyerang ikan pada siklus berikutnya. Oleh karenanya, Julinasari menyarankan kepada pembudidaya laut untuk meninggalkan KJA kayu dan mulai beralih pada KJA HDPE.
Foto : Budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) HDPE Dengan Menggunakan Net Tanpa SimpulPencegahan dan Pengobatan
Pencegahan dapat dilakukan dengan menerapkan pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu, antara lain menggunakan benih bebas penyakit, bagi para pembudidaya sebaiknya membeli benih yang telah diuji di laboratorium dibuktikan dengan laporan Hasil Uji atau sertifikat.
Perendaman dengan air tawar atau desinfektan minimal setiap 10 hari sekali juga merupakan upaya pencegahan, atau dengan menggunakan vaksin, memberikan imunostimulan misal vitamin C.
Disarankan mendesinfeksi sarana budidaya sebelum dan selama pemeliharaan, membersihkan net secara teratur, serta memanajemen pemeliharaan yang baik seperti pada pakan, padat tebar, kebersihan, biosekuriti, dan lainnya.
Penyakit parasitik dapat berupa trematoda insang dan kulit, trematoda insang, trematoda kulit, Cryptocaryasis, Oodiniasis dan Trichodiniasis. Untuk obat-obatan dan bahan kimia yang dipakai sebaiknya menggunakan yang telah terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Adapun pengobatan Trematoda insang dan trematoda kulit, dapat dilakukan dengan cara perendaman dengan air tawar selama 10 menit atau tergantung jenis ikan dan ukurannya, selama perendaman diamati. Bila ikan terlihat megap-megap segera pindahkan ke air laut.
Pengobatan Trematoda insang, bisa juga merendamnya dengan larutan formaldehyde, dosis dan waktu perendaman disesuaikan dengan aturan pakai pada produk. Pengobatan Trematoda kulit, caranya merendam dengan formaldehyde dengan dosis 150 ppm selama 10-30 menit atau sesuai dengan aturan produk. Cryptocaryasis (disebabkan Cryptocaryon irritans), Oodiniasis (disebabkan Amyloodinium ocellatum) dan Trichodiniasis (disebabkan oleh Trichodina spp), juga bisa ditanggulangi dengan perendaman menggunakan formaldehyde dengan dosis 150 ppm selama 10-30 menit atau sesuai dengan aturan produk. Penggunaan formaldehyde, walau dampaknya tidak terlalu berpengaruh karena dosisnya yang sangat kecil, perlu diperhatikan dahulu dampaknya terhadap pemasaran karena tidak semua konsumen bisa menerima ikan hasil treatment formaldehyde.
Penyakit bakterial, pengobatannya dengan pemberian antibiotik melalui pakan atau perendarman. Lama pemberian, dosis lewat pakan atau konsentrasi perendamannya disesuaikan dengan aturan produk obat. Sedangkan untuk penyakit viral yang belum ada pengendalian spesifik, dapat dengan menggunakan antibiotik untuk mengurangi efek infeksi sekunder oleh bakteri.
Julinasari menyarankan kepada pembudidaya ikan laut agar dalam memelihara ikan dengan sistem resirkulasi pada stadia larva dan benih, memelihara ikan dengan KJA HDPE pada stadia pembesaran, memakai net klasifikasi tanpa simpul (knotless) untuk mencegah luka pada sisik, menghindari stress baik fisik, kimia dan biologi.
Kepadatan pemeliharaan disarankan tidak terlalu tinggi, manajemen pengelolaan pakan dilakukan dengan baik dari segi penyimpanan serta frekuensi pemberian pakan lebih sering. Manajemen kesehatan ikan yang dapat dilakukan pembudidaya adalah dengan memonitoring status kesehatan ikan dan kualitas air secara berkala.
"Segera isolasi ikan yang tampak sakit untuk menghindari penularan dan membawa sampel ikan sakit ke laboratorium terdekat serta melakukan penggantian jaring begitu terlihat kotor. Selanjutnya mendesinfeksi bak dan peralatan, serta tidak membuang ikan sakit di area budidaya, sebaiknya ikan sakit dikubur atau dibakar. Dengan ditanganinya penyakit infeksi pada ikan laut, tentunya pembudidaya akan meraup untung untuk memperluas usaha." pungkas Julinasari.