loader
ID EN

Peran BBL Batam Dalam Pencegahan Virus Viral Nervous Necrosis (VNN) Pada Ikan Kerapu

Balai Budidaya Laut Batam merupakan Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPT Pusat) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diperbantukan didaerah, balai ini bertugas mendampingi kegiatan pembudidaya di wilayah kerjanya yaitu salah satunya adalah perairan Batam dan sekitarnya.  Balai Budidaya laut Batam ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.10/MEN/2006, tanggal 12 Januari 2006.  Balai Budidaya laut Batam memiliki transformasi sejarah, awal berdiri pada tahun 1986 dengan nama Stasiun Budidaya Laut (Tanjung Pinang), tahun 1990 berubah menjadi Sub Balai Budidaya Laut (Tanjung Riau), tahun 1994 berubah menjadi Loka Budidaya Laut melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 347/KPTS/OT.210/5/94, tahun 2002 menjadi Loka Budidaya Laut Batam berlokasi di Pulau Setoko, tahun 2006 menjadi Balai Budidaya Laut Batam dan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 06/PERMEN-KP/2014 berubah nama menjadi Balai Perikanan Budidaya Laut Batam yang memiliki tugas pokok melaksanakan uji terap teknik dan kerjasama, produksi, pengujian laboratorium  kesehatan  ikan dan lingkungan, serta bimbingan teknis perikanan budidaya laut.

Tugas ini merupakan salah satu investmen penggerak untuk mendukung semua tindak lanjut kegiatan pembudidaya.  Melalui kegiatan monitoring dan share paket teknologi perikanan budidaya berupa penyuluhan, program vaksinasi dan pengawasan, rutin dilakukan oleh Balai Perikanan Budidaya Laut Batam (BPBL Batam).  Pengawasan ini bertujuan untuk mengarahkan pembudidaya untuk mengacu pada sertifikasi cara pembenihan ikan yang baik (CPIB) dan cara budidaya ikan yang baik (CBIB) sehingga kegiatan budidaya dapat lebih maksimal dan berkelanjutan (sustainable),  selain itu juga untuk melakukan sosialisasi tentang penggunaan bahan kimia dan obat obatan dan masukan tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit ikan.

Budidaya laut atau marikultur kedepannya menjadi tumpuan bagi kegiatan usaha perikanan. Seiring peningkatan usaha budidaya laut, tak dipungkiri permasalahan kualitas lingkungan perairan dan penyakit ikan pun kian merebak. Kualitas air merupakan faktor penting dalam keberhasilan usaha budidaya perikanan, termasuk kandungan jumlah bakteri di dalam perairan karena bakteri merupakan salah satu indicator pencemaran dan menjadi sumber munculnya penyakit. Pemantauan atau monitoring kandungan bakteri perairan secara terprogram dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan pola fluktuasi kandungan bakteri diperairan sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar pengelolaan budidaya di Keramba Jaring Apung (KJA).

Tindakan pengobatan dinilai bukan solusi yang efektif.  Selain membutuhkan biaya besar, tingkat keberhasilan yang susah diprediksi, waktu dan sumberdaya manusia yang trampil, juga dapat menimbulkan residu yang mencemari lingkungan serta resistensi obat terhadap penyakit tertentu dan membahayakan kesehatan manusia.

Upaya pengendalian penyakit ikan lebih ditekankan pada usaha pencegahan atau preventif.  Bagaimana meningkatkan daya tahan dan kekebalan tubuh ikan, memperbaiki kualitas lingkungan, penggunaan benih yang bebas penyakit dan meminimalisir lalulintas pathogen.  Salah satu upaya pencegahan yang menjadi program DJPB dewasa ini adalah meningkatkan imunitas ikan melalui vaksinasi.  Vaksin merupakan bibit penyakit yang dilemahkan yang dimasukkan ke tubuh ikan untuk merangsang pertumbuhan dan peningkatan kekebalan tubuh ikan secara spesifik.

Dalam kegiatan budidaya laut, salah satu agen penyebab penyakit infektif yang menyerang ikan laut adalah virus Viral Nervous Necrosis (VNN).  VNN  telah menginfeksi lebih dari 20 jenis ikan laut, diantaranya berbagai jenis ikan kerapu, kakap, bawal bintang. Penyakit ini bisa menyerang ikan stadia larva, benih, pembesaran hingga induk dan dapat menyebabkan kematian massal. Virus ini sering menyerang organ mata (retina) dan otak, sehingga sering mengakibatkan gangguan pada sistem syaraf. VNN juga ditemukan menyerang organ reproduksi pada ikan laut. 

Untuk menghindari kerugian usaha bagi para pembudiaya sangat penting untuk mengetahui dan mengenal ciri-ciri ikan yang terserang penyakit ini. Sehingga dapat diambil tindakan segera untuk pengendaliannya, baik untuk pencegahan maupun pengobatan.  Ada beberapa gejala klinis yang dapat ditemukan pada ikan laut yang terserang VNN yaitu pergerakan tidak terarah, hilang keseimbangan, atau berenang terbalik, berenang berputar-putar (seperti spiral), hiperaktif, sering menghentakkan kepala ke permukaan air secara sporadik, lemah, akibat kehilangan nafsu makan, warna tubuh pucat, hingga kematian. Ikan yang mati merupakan sumber penularan yang potensial bagi ikan lain.

Virus ini bersifat sangat ganas dan menular dengan cepat sehingga sangat sulit dikontrol.  Cara yang efektif untuk mengobati VNN belum ditemukan hingga kini, maka penyakit ini merupakan permasalahan yang serius pada budidaya marikultur.  Namun demikian beberapa tindakan pencegahan terhadap serangan VNN yang dapat dilakukan, antara lain adalah dengan melakukan seleksi induk dan larva bebas VNN, disinfeksi telur, mengurangi penanganan/handling yang dapat menyebabkan stres, mengurangi kepadatan larva/benih, meningkatkan volume pergantian air baru (pemeliharaan di bak), penerapan biosekuriti, pemberian feed aditif (viatamin C, multivitamin, imunostimulan), vaksinasi VNN.

Metode pengendalian penyakit yang paling efektif dan efisien adalah dengan cara pencegahan.  Mencegah timbulnya penyakit dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan budidaya, penggunaan pakan yang tepat mutu, tepat jumlah, dan tepat pemberiannya.  Salah satu tindakan pencegahan yang sudah dilakukan adalah dengan cara menimbulkan kekebalan, baik dengan menggunakan vaksin maupun dengan menggunakan imunostimulator lain.  Dengan hanya satu atau dua kali pemberian vaksin biasanya daya tahan tubuh/kekebalan akan bertahan sampai akhir masa pemeliharaan ikan.  Vaksinasi pada perikanan budidaya telah terbukti memberi kontribusi yang sangat signifikan terhadap peningkatan produksi perikanan budidaya. Keberhasilan program vaksinasi tidak hanya ditentukan oleh keampuhan dari vaksin yang digunakan, tetapi juga sangat ditentukan oleh teknik pemberian vaksin dan waktu pemberian vaksin yang tepat

Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan sebelum melakukan vaksinasi terhadap ikan, antara lain adalah :

1.  Sebaiknya ikan telah berumur 3 minggu atau lebih.

Organ-organ yang berperan dalam sistem pembentukan antibodi pada ikan yang berumur kurang dari 3 minggu belum terbentuk dengan sempurna.

2.  Status kesehatan ikan harus dalam kondisi optimal.

Ikan yang sedang sakit, misalnya karena terinfeksi patogen parasitic, sebaiknya tidak divaksinasi terlebih dahulu sebelum parasit tersebut diberantas.

3.  Suhu air relatif hangat (diatas 26ºC).

Berdasarkan pengalaman, respon antibodi yang terbentuk pada ikan yang telah divaksinasi dan pemeliharaan ikan pada suhu air ≥ 28ºC akan lebih cepat dibandingkan dengan suhu air yang lebih rendah.

4.  Air yang digunakan untuk melakukan vaksinasi dan pemeliharaan ikan harus bebas dari unsur polutan.  Air yang mengandung unsur polutan akan menghambat proses pembentukan antibodi (immune suppressif) dalam tubuh ikan.

Setelah memenuhi persyaratan tadi, maka vaksinasi pada ikan dapat diaplikasikan dengan beberapa cara, yaitu :

1.  Aplikasi vaksin melalui perendaman.

Untuk ikan berukuran kecil dan dalam jumlah banyak biasanya aplikasi vaksin akan lebih efisien dilakukan dengan metode perendaman.  Perendaman biasanya dilakukan dalam suatu wadah berisi air dengan volume tertentu yang telah dicampur dengan sejumlah vaksin, sehingga mencapai dosis yang disarankan, kemudian ikan yang akan divaksinasi dimasukkan dan direndam kedalam larutan tersebut sekitar 15 – 30 menit. Selama proses vaksinasi sebaiknya wadah dilengkapi dengan aerasi dan kepadatan ikan tidak terlalu tinggi (antara 100 – 200 gram ikan/ L air).

2.  Aplikasi vaksin melalui pakan.

Teknik ini lebih sesuai untuk ikan yang sudah dipelihara dalam kolam pemeliharaan ataupun sebagai upaya vaksinasi ulang (booster).  Dosis vaksin yang digunakan untuk teknik ini sesuai dengan dosis yang direkomendasikan. Pemberian vaksin melalui pakan sebaiknya dilakukan selama 5 – 7 hari berturut-turut

3.  Aplikasi vaksin melalui suntikan.

Pemberian vaksin dengan cara melalui suntikan lebih tepat untuk ikan berukuran relative besar, jumlahnya tidak terlalu banyak, dan bernilai tinggi, misalnya induk ikan.  Keuntungan pemberian vaksin melalui penyuntikan adalah 100% vaksin dapat masuk ke dalam tubuh ikan. Ada dua cara penyuntikan yang bisa dilakukan, yaitu dimasukkan ke rongga perut (intra peritoneal) dan dimasukkan ke otot/daging (intra muscular).  Untuk vaksin melalui suntikan lebih disarankan dilakukan dengan cara intra peritoneal mengingat sifat kulit ikan tidak dapat secara cepat menutup kembali setelah ditusuk dengan jarum suntik.

Salah satu langkah pencegahan penyakit ikan telah dilakukan oleh Laboratorium Penguji Kesehatan Ikan dan Lingkungan, BPBL Batam menyediakan pelayanan vaksinasi ikan dengan tenaga ahli vaksin (vaksinator) yang telah tersertifikasi.  Vaksin yang tersedia di BPBL Batam selain vaksin VNN tersedia juga vaksin Aeromonas hydrophilla, vaksin Iridovirus, vaksin Vibrio, dan vaksin Streptococcus iniae. Adapun jenis ikan yang telah divaksin antara lain benih ikan kerapu cantang, kerapu macan, kerapu lumpur dan kerapu sunu.

Vaksin-vaksin tersebut telah didistribusikan kesejumlah dinas perikanan dan kelautan daerah serta sosialisasi ke para pembudidaya di wilayah kerja BPBL Batam. Kedepan diharapkan vaksinasi menjadi salah satu upaya yang penting dilakukan oleh pembudidaya untuk kegiatan keberhasilan usaha budidaya.

Berdasarkan data keragaman budidaya diketahui bahwa system budidaya dengan menggunakan keramba jaring apung dengan struktur kayu dan polyethylene adalah system yang umum digunakan oleh masyarakat pembudidaya untuk pengembangan komoditas ikan laut. Berdasarkan penelitian, struktur keramba jaring apung (KJA) polyethylene buatan Aquatec lebih disarankan karena bahan ini disamping ramah lingkungan , tahan terhadap berbagai pengaruh lingkungan juga lebih murah jika dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya.

Sejak tahun 2013 sampai sekarang BPBL Batam menggunakan keramba jaring apung (KJA) Aquatec produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan 206 lubang. Toha Tusihadi, Kepala BPBL Batam menuturkan, KJA Aquatec memiliki keunggulan dalam hal kekuatan bahan dan struktur, daya tahan pakai lebih lama, tahan terpaan ombak, modifikasi lebih mudah karena bisa dilakukan banyak modifikasi yang telah disediakan. Hasil panen dari penggunaan KJA Aquatec sangat baik, Toha menambahkan, hal penting adalah kenyamanan dan keamanan pembudidaya saat berada di atas KJA, produk ini sudah teruji tahan ombak serta tidak ada perbaikan otomatis berpengaruh pada efektivitas kerja.

Dalam menjamin keberlanjutan produksi budidaya, selain sarana KJA Aquatec penguasaan teknologi dan pengetahuan sangat penting dan dapat diperoleh melalui pelatihan budidaya yang rutin dilakukan oleh pemerintah daerah dan pusat. 


Terkait produksi ikan kerapu oleh Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam pada tahun 2017, yaitu untuk mendukung program revitalisasi keramba jaring apung (KJA) Aquatec yang dilaksanakan oleh Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam pada tahun 2017. Revitalisasi telah dilaksanakan di kabupaten Bintan, kota Batam dan kabupaten Natuna, dimaksudkan agar dapat memaksimalkan optimalisasi KJA untuk pembudidaya ikan. Ruang lingkup kegiatan revitalisasi ini meliputi pemberian bantuan benih dan insentif bahan operasional produksi serta pendampingan teknis pembudidayaan. Melalui program-program tersebut, diharapkan BPBL Batam berperan dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian  pembudidaya, meningkatkan ketersediaan protein hewani bagi masyarakat, serta berperan dalam menyumbang pendapatan negara.