loader
ID EN

Peran BBPPBL Gondol Dalam Penelitian dan Pengembangan Budidaya Tuna Sirip Kuning (Yellow Fin Tuna)

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL) Gondol  merupakan lembaga Litbang yang berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan KKP, yang berlokasi di dusun Gondol, Desa Penyabangan, Kec. Gerokgak, Kab. Buleleng, Bali. BBPPBL Gondol,Bali memiliki mandat melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang perbenihan dan pembesaran ikan-ikan laut. Prestasi BBPPBL Gondol, Bali diantaranya telah berhasil menghasilkan berbagai paket teknologi perbenihan dan pembesaran yang telah diaplikasikan ke masyarakat dan mendapat respon yang baik, antara lain teknologi perbenihan dan pembesaran

 ikan Bandeng,

www.wikipedia.com

ikan Kerapu Tikus/Bebek, 

www.wikipedia.com

ikan Kerapu Macan,

ikan Kerapu Batik, 

www.wikipedia.com

ikan Kerapu Sunu

www.bransonswildworld.com

dan beberapa Kerapu Hibrid, teknologi pembenihan dan pembesaran Abalon, dan juga udang Windu.

Sesuai amanat, BBPPBL Gondol terus berupaya untuk mewujudkan lembaga penelitian yang terkemuka dalam penyediaan data, informasi, dan teknologi budidaya laut. Oleh karena itu BBPPBL Gondol kembali melakukan penelitian dan pengembangan budidaya tuna sirip kuning dan telah berhasil memijahkan tuna sirip kuning di keramba jaring apung (KJA) HDPE.  Hal ini dilakukan sebagai solusi untuk mengatasi populasi tuna yang memijah di perairan Indonesia yang terus menurun dan mulai terancam, Indonesia yang dikenal sebagai produsen terbesar tuna jenis sirip kuning (yellow fin tuna), dengan produksi 75% dari total tuna sirip kuning dunia, terus menurun karena over fishing (tangkap berlebih).  Adanya permintaan tuna di pasar dunia yang tinggi mendorong eksploitasi secara besar-besaran hingga populasinya turun dalam 10 tahun terakhir. Daerah penangkapan ikan tuna pun makin jauh cenderung ke laut lepas dan tingkat hasil tangkapan per unit upaya atau catch per unit effort (CPUE) semakin rendah. Dengan adanya beberapa kendala tersebut memberatkan nelayan yang memiliki modal terbatas, biaya penangkapan ikan tuna akan lebih tinggi dibandingkan biaya produksi ikan tuna dalam unit budidaya. Untuk itu sebagai solusi mempertahankan eksistensi tuna sirip kuning yang dirasa paling tepat adalah dengan budidaya.

Atas kondisi tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan budidaya ikan tuna sirip kuning atau “Yellow fin tuna”. Penelitian yang dikoordinasikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP), dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL) Gondol, Bali dengan fokus budidaya tuna sirip kuning dalam keramba jaring apung (KJA) di lepas pantai.

“Yellow fin tuna”  www.wikipedia.com

Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP), Achmad Poernomo, dalam kegiatan pembudidayaan tuna sirip kuning, calon induk diperoleh dari perairan Laut Bali Utara sebanyak 114 ekor dengan ukuran 0,5 – 1 kg.  Tuna dianggap sebagai indukan yang dapat memijah secara alami bila telah berukuran 20-30 kg dengan waktu pemeliharaan selama satu tahun. Di keramba jaring apung (KJA) ikan tuna diberi pakan dua kali sehari. Calon indukan diberi pakan berprotein tinggi, yaitu ikan layang dan cumi cumi dengan rasio 1:1. Sedangkan di dalam pakan segar tersebut ditambahkan vitamin  sebanyak 2,5 persen dari jumlah pakan ikan.  Dari hasil pemijahan ikan tuna di keramba jaring apung (KJA), diperkirakan jumlah telur total yang dihasilkan oleh ikan tuna sebanyak 400 - 500 ribu butir. Nantinya, baby tuna yang dikembangkan di KJA ini bisa dibudidayakan oleh masyarakat.

Kepala Pusat Litbang Perikanan Budidaya, Tri Heru Prihadi menjelaskan secara teknis penelitian tuna awalnya dilakukan di bak beton dengan melihat beberapa keunggulan seperti kemudahan dalam mengamati tingkah laku, kesehatan ikan, nafsu makan, koleksi telur dan dapat mengontrol kualitas air dengan baik. Sementara kelemahannya antara lain kematian ikan tuna terutama terjadi karena stres lalu menabrak dinding, permukaan tubuh abnormal akibat gesekan dengan dinding bak, serta semakin besar ikan gerakannya semakin lambat karena rasio ukuran badan ikan dengan diameter bak pemeliharaan semakin kecil.   Dengan adanya beberapa kendala tersebut, kata Tri, maka upaya pemeliharaan induk tuna sirip dialihkan ke laut dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) dan tercatat, pemeliharaan induk di Karamba Jaring Apung (KJA) di laut menunjukkan sintasan (survival rate) di atas 80 persen di bandingkan dengan pemeliharaan di dalam bak beton. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (BBPPBL) Gondol mulai menggunakan keramba jaring apung (KJA) HDPE untuk budidaya ikan tuna sejak 2013.

Gunawan, Peneliti tuna sirip kuning di BBPPBL Gondol menerangkan, BBPPBL Gondol telah menggunakan empat unit keramba jaring apung (KJA) Aquatec untuk memelihara ikan tuna, yaitu 3 unit dengan ukuran diameter pelampung 50 m (diameter jaring 48.8 m), dengan ukuran mata jaring 2.5 inch dan kedalaman jaring 9 m, dan satu unit ukuran diameter pelampung 35 m. teknisi tuna di BBPPBL Gondol, Ananto mengatakan, kegiatan penelitian pembenihan tuna sirip kuning memerlukan keramba jaring apung (KJA) yang tidak semba­rangan, harus yang memiliki standar tinggi. 

Alasan BBPPBL Gondol menggunakan keramba jaring apung (KJA) Aquatec karena awet dan tahan dari terpaan ombak besar laut lepas (offshore). Penggunaan keramba jaring apung (KJA) Aquatec di perairan Bali utara tempat penelitian pembenihan tuna sirip kuning BBPPBL Gondol sangat sesuai karena perairan Bali utara adalah perairan yang me­miliki kekuatan ombak yang cukup besar. Untuk kegiatan penelitian pembenihan ikan tuna sirip kuning, BBPPBL Gondol menggunakan keramba berbentuk bundar. Bentuk ini disesuaikan dengan habitat asli ikan tuna yang merupakan perenang cepat. “Keramba jaring apung (KJA) Aquatec sangat bermanfaat untuk menunjang kegiatan penelitian dan pengembangan budidaya laut di BBPPBL Gondol mulai dari pembenihan hingga pembesaran,” ungkap Ananto.

“Pemijahan ikan tuna yang dipelihara di KJA ini merupakan pemijahan ikan tuna yang pertama terjadi di Indonesia, sehingga diharapkan nantinya telur hasil pemijahan ini dapat menghasilkan benih yang dapat diaplikasi oleh masyarakat pembudidaya. Keberhasilan dalam pemijahan ikan yang memiliki nama ilmiah Thunnus albacares ini pun menjadi sejarah baru bagi sektor kelautan dan perikanan nasional.  Hal ini karena Indonesia menjadi negara pertama yang membudidayakan ikan pelagis ini dari mulai tahap pemijahan. Ini prestasi yang membanggakan sekaligus menjadi langkah nyata kita dalam mendukung kebijakan pembangunan perikanan yang berkelanjutan (sustainable fisheries development), sehingga bisa menjamin kelangsungan hidup ikan tuna serta bisnisnya,” ungkap Achmad Poernomo.  “Pemijahan ikan tuna sirip kuning ini merupakan buah dari hasil kerja keras tim peneliti dari BBPPBL Gondol. “Keberhasilan dalam pemijahan ini karena tim peneliti terus melakukan pengkajian teknologi baik kontruksi kolam pemijahan, teknik pengelolaan induk dalam pemijahan,serta pengelolaan pakan dan air,” ungkapnya.

Peluang budidaya tuna dinilai masih sangat terbuka dengan ketersediaan baby tuna di perairan Indonesia. “Untuk itu budidaya tuna di Indonesia mempunyai prospek yang sangat bagus mengingat produksi ikan tangkapan sudah tidak dapat ditingkatkan lagi,” kata Poernomo.  Namun demikian, dijelaskan Kepala Pusat Litbang Perikanan Budidaya, Tri Heru Prihadi,untuk mendukung impian ini, pengembangan teknik penangkapan dan transportasi baby tuna dari daerah penangkapan ke lokasi budidaya perlu dikembangkan.“Kita terus mengupayakan aplikasi teknologi yang cocok terkait hal ini,” kata Tri.  

Oleh karena itu BBPPBL Gondol terus melakukan peningkatkan sarana dan prasarana yang dimiliki. BBPPBL Gondol diantaranya sudah memiliki sarana pemeliharaan larva dan pendederan, media pemeliharaan induk, hatchery (pembenihan), tempat pemeliharaan plankton, keramba, rootblower sebagai sumber aerasi, pompa air sumber air laut, laboratorium pengolahan pakan, laboratorium kimia, laboratorium biologi, laboratorium patologi dan biotek­nologi, serta cold storage. Sarana prasana BBPPBL Gondol terbilang sangat lengkap dan siap menghadapi tantangan globalisasi dan tren masyarakat dunia yang mulai beralih dari sumber protein daratan ke sumber protein laut, memberikan dampak positif terhadap peningkatan usaha budidaya laut. Karena budidaya laut atau mariculture saat ini menjadi usaha yang mempunyai prospek cerah.