Dalam acara Offshore Mariculture Conference Asia 2018 yang diselenggarakan di Singapura pada tanggal 15-17 Mei kemarin, berbagai ahli di bidang budidaya laut offshore dari seluruh dunia turut berdatangan.
Tujuan dari konferensi yang dihadiri oleh FAO ini adalah membahas kendala-kendala yang dihadapi dalam membangun usaha budidaya laut offshore beserta solusinya. Hal-hal yang dibahas mencakup hatchery, grow out, hingga pemasaran. Salah satu pembicara yang hadir dari Indonesia adalah Andi Jayaprawira Sunadim yang merupakan General Manager PT. Gani Arta Dwitunggal, produsen keramba jaring apung (KJA) offshore dengan merk Aquatec.
Dalam acara tersebut, Andi memberikan paparan mengenai pengalamannya bersama Budiprawira selaku Direktur PT. Gani Arta Dwitunggal, dalam merancang dan menerapkan KJA offshore submersible di Asia Tenggara dengan judul: Developing Offshore Submersible Cage in South East Asia
Seperti yang sudah diketahui, KJA offshore adalah KJA yang diperuntukkan untuk dipasang di laut offshore. KJA offshore submersible adalah KJA offshore yang bisa ditenggelamkan ke dalam air dan diapungkan kembali. Tujuannya adalah untuk menghadapi badai Taifun dan ombak besar yang senantiasa melanda negara-negara di wilayah Asia Tenggara.
Andi membuka paparan dengan membahas mengenai potensi perikanan budidaya di Asia Tenggara. Pada tahun 2015 Asia Tenggara memproduksi sekitar 11 juta ton ikan budidaya dan berkontribusi sebanyak 12,4% dari total produksi ikan budidaya di dunia. Sebagian besar ikan budidaya Asia Tenggara dihasilkan dari tiga negara saja, yaitu Indonesia, Vietnam, dan Filipina.
Hanya saja, data menunjukkan produksi ikan budidaya laut atau marikultur masih rendah jika dibandingkan dengan produksi ikan budidaya air tawar. Hal ini menunjukkan bahwa potensi laut Asia Tenggara belum termanfaatkan secara optimal, dan salah satu faktor yang menghalangi usaha marikultur adalah badai Taifun.
Dua dari tiga negara penghasil ikan budidaya terbesar di Asia Tenggara, yaitu Vietnam dan Filipina, menghadapi badai Taifun setiap tahunnya. Taifun biasa datang di antara bulan Juli dan Oktober dengan membawa ombak hingga ketinggian 11 meter. Pada tahun 2013, Taifun Haiyan di Filipina menelan 6.340 korban jiwa dan menimbulkan kerusakan sebesar 4,55 Milyar USD. Taifun memberikan resiko yang besar dalam usaha marikultur di kedua negara ini yang menghambat investasi.
Andi mengatakan, untuk menghadapi badai Taifun, dibutuhkan teknologi KJA yang tepat, KJA offshore submersible Aquatec adalah solusinya. KJA ini telah dipasang di laut offshore Situbondo (Jawa Timur) bahkan sampai ke Lingshui (Hainan, China). KJA offshore submersible Aquatec yang terpasang di Lingshui telah teruji mampu menghadapi Taifun dan ombak setinggi 9 meter, dikarenakan KJA ditenggelamkan sedalam 15 meter di bawah air,jelas Andi.
KJA offshore submersible Aquatec dirancang mudah untuk dioperasikan, dapat ditenggelamkan hanya dalam waktu 5 menit dengan dua orang teknisi saja, dan dapat diapungkan kembali dalam waktu 10 menit. Sehingga, memberikan respon yang cepat terhadap datangnya Taifun. Perawatan juga terbilang mudah, net dapat diangkat ke permukaan untuk memudahkan pencucian dan penggantian net. Selain itu, faktor yang menonjol dari produk dalam negeri ini adalah harganya yang ekonomis.
Mengingat pasaran di Asia Tenggara kebanyakan merupakan pengusaha kelas menengah, Andi mengatakan bahwa teknologi yang ditawarkan oleh Aquatec memiliki harga yang jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan teknologi serupa dari Eropa dan Amerika Serikat. Produknya siap dipasarkan di dalam maupun di luar negeri untuk budidaya ikan offshore.
Di tengah-tengah jajaran pembicara yang mayoritas berasal dari negara-negara barat, adanya solusi dari dalam negeri memberikan suasana baru yang segar. Terobosan yang telah diterapkan oleh Aquatec merupakan yang pertama di Asia Tenggara, dibuat oleh Indonesia untuk dunia.